FAKULTAS HUKUM UM SUMBAR - Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat laksanakan seminar nasional mengangkat tema “ Perkembangan dan Penyelesaian Sengketa Perjanjian Fintech di Indonesia”. Kegiatan ini dilakukan secara hybrid, daring dan luring di Convention Hall Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag Kampus III, Bukittinggi, Kamis (30/6).
Seminar nasional ini mengahadirkan tiga orang narasumber yaitu, Fiska Silvia Raden Roro, SH., M.M., LL.M Dosen Universitas Airlangga, Imran Bukhari Razif, SH., MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang, serta Anggun Surya Lestari Suryamizon, SH., MH, dari Fakultas Hukum UM Sumatera Barat.
Dekan Fakultas Hukum UM Sumatera Barat Dr. Wendra Yunaldi, SH., MH melalui Wakil Dekan Fakultas Dr. Nuzul Rahmayani, SH., MH menyampaikan ucapan terima kasih kepada narasumber yang sudah bersedia meluangkan waktu dan berbagi ilmu kepada kita bersama.
Baca Juga : Politik Dan Kemanusiaan Bagaikan Kucing Dan Tikus
Nuzul menambahkan kegiatan ini merupakan bentuk tindak lanjut dari kerjasama Fakultas Hukum UM Sumatera Barat dengan Fakultas Hukum UM Tangerang beberapa waktu lalu, serta merupakan program departemen hukum perdata di semester ini, ujarnya.
“Melalui seminar ini akan ada tambahan ilmu pengetahuan bagi kita terkait perkembangan dan penyelesaian sengketa perjanjian fintech di Indonesia,” ucap Nuzul mengakhiri, sekaligus membuka seminar nasional secara resmi.
Fiska Silvia Raden Roro, SH., M.M., LL.M menyampaikan fintech merupakan layanan keuangan yang berguna untuk mempermudah masyarakat dalam melakukan kegiatan finansial dan salah satu alternative berinvestasi yang menghadirkan pilihan untuk masyarakat.
Di Indonesia sendiri fintech sanggat berkembang pesat dengan semakin banyaknya perusahaan rintisan atau startup fintech yang memanfaatkan teknologi untuk mendukung berbagai proses finansial mula. Akan tetapi belakangan ini banyak sekali fintech illegal yang tidak mengantongi izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memakan banyak korban seperti pinjaman online illegal dan investasi bodong, tutup beliau.
Hal senada juga disampaikan oleh narasumber lainnya yang mengatakan saat ini pinjaman online illegal banyak yang tidak terdaftar di OJK. Ciri-ciri dari pinjaman online ini tidak adanya identitas pengurus, penyelenggara, dan alamat kantor fiktif. Selain itu nominal tagihan sangatlah besar dan tidak ada batas total biaya pengembalian, hal ini melanggar ketentuan total biaya pinjaman 0,05-0,8% perharinya.
Hal ini diperburuk oleh pelanggaran terhadap prinsip privity of contract yang makin marak terjadi dalam praktik fintech, terutama terkait personal data protection / perlindungan data pribadi pihak ketiga diluar kontrak, hingga terjadi kasus penagihan secara intimidatif yang dilakukan oleh oknum di luar pembuat kontrak.
(Riyan)