BEM Fakultas Hukum adakan Diskusi Keilmuan

FH UM Sumbar – Lembaga Kemahasiswaan Fakultas Hukum UM Sumatera Barat  yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum mengadakan kegiatan Diskusi Keilmuan pada hari jumat (18/11) di aula tertutup Fakultas Hukum. Dalam diskusi keilmuan ini badan Ekskutif Mahasiswa mengundang salah satu Dosen Fakultas Hukum Yon Efri, SH., MH, beliau  juga merupakan mantan Hakim AdHoc Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Kendari.

Diskusi Ilmiah ini mengangkat tema “Kepekaan Mahasiswa Terhadap Isu Lokal” terkhusus terhadap tindak pidana korupsi yang pada saat sekarang menjadi polemik dalam masyarakat.

Kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Dekan Dr. Nuzul Rahmayani, SH., MH yang sekaligus membuka diskusi ilmiah ini. Dalam kata sambutan Dr. Nuzul rahmayani, SH., MH menyampaikan kepada para mahasiswa terutama Fakultas hukum harus peka terhadap isu-isu yang terjadi saat ini. Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum harus menyuarakan masalah-masalah, bukan tulisan-tulisan aturan hukum. “Harus menjadi penafsir di luar masalah hukum”. Jangan pernah membaca teks tanpa konteks, ujar Nuzul rahmayani.

Baca Juga : Serah Terima Jabatan Sekretaris Prodi Fakultas Hukum Um Sumatera Barat

Dalam materinya Yon Efri, SH., MH menyebutkan salah satu isu lokal yaitu ”Korupsi” yang menurutnya, problem korupsi saat ini sangat mengganggu efisiensi negara. Karena hingga saat ini belum ada yang melaksanakan vonis hukum pidana mati bagi para koruptor. Padahal secara undang-undang sudah tertuang dalam Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), yang kemudian menegaskan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

 “Sampai saat ini belum ada koruptor dihukum mati, padahal dalam undang-undang sudah dijelaskan kalau hukum mati bisa saja dijatuhkan kepada terpidana korupsi,” jelas Yon Efri.

Hukum bukan sekedar tertulis, tapi dalam hukum punya pesan bagaimana manusia dan antar manusia itu hubungannya terjaga baik. “Kuliah di Fakultas Hukum mesti banyak membaca”, tutup Yon Efri.

Baca Juga : FHP Law School Jakarta Melakukan Kunjungan Ke Fakultas Hukum UM Sumbar

Kesimpulan yang dapat diambil dalam Diskusi Publik tersebut adalah sebagai berikut: Penegakan Hukum terhadap kasus Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) dipandang dari sudut penyidikan belum terintegrasi. Pasal 284 ayat (2) KUHAP dan UU No. 8 Tahun 1981 Penyidik TIPIKOR diantaranya, Penyidik KepolisianPasal 14-16 UU No. 2/2002, Penyidik Kejaksaan Pasal 30 (1) huruf d UU No. 16/ 2004, Penyidik KPK Pasal 6, 11, 12 UU No. 30/ 2002. Adanya tiga lembaga penyidik Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK menyebabkan kecenderungan munculnya multiplikasi yang terjadi antara lembaga penyidik kepolisian, kejaksaan dan KPK.Serta munculnya egoismes ektoral oleh Penuntut Umum pada hasil penyidikan yang dilakukan penyidik Kepolisian.Hasil penyidikan TIPIKOR yang dilakukan oleh Kepolisian tidak sejalan dengan kriteria penuntut umum sehingga bisa berulang kali mengalami bolak-balik pengembalian hasilpenyidikan.Selain itu lemahnya pengadilan TIPIKOR di daerah menimbulkan banyaknya putusan bebas.Sehingga dapat ditarik suatu garis bahwa yang harus dibenahi untuk memberantas Koruptor yaitu harus dirubahnya sistem perundang-undangan dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi, Perubahan Sistem Pemerintahan, serta Hukuman Mati bagi terpidana kasus Korupsi.

 

-Riyan-

SHARE KE: